Search This Blog

Thursday, April 21, 2011

KESADARAN HUKUM DALAM KAITAN DENGAN WAWASAN KEBANGSAAN

Makalah
Jaksa Agung Muda Intelijen
Pada acara Pendidikan Kesadaran 
Bela Negara Pemuda
Tingkat Nasional Angkatan II Tahun 2007

Ancaman terhadap kedaulatan negara semula bersifat konvensional, saat ini telah berkembang menjadi multidimensional. Ancaman ini bersumber baik dari permasalahan ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan hukum serta permasalahan lain yang terkait dengan kejahatan internasional. Ada hal yang perlu disampaikan agar salah satu diantara ancaman kedaulatan negara yang bersumber dari permasalahahan hukum dapat di minimalisasi.
Dalam konstitusi UUD 45 telah dinyatakan dengan jelas bahwa Negara RI adalah negara berdasar atas hukum (reachtsstaat), bukan negara berdasar atas kekuasaan (machtsstaat), sehingga hukum berikut seluruh pranata pendukungnya merupakan dasar bagi proses penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan saja sebagai alat dari kepentingan sekelompok orang yang berkuasa dan bukan pula alat dari suatu sistem yang cenderung mangabaikan demokrasi, keadilan dan kesejahteraan rakyat indonesia.
Gagasan Negara berdasar atas hokum muncul dari para pendiri Negara ini yang dilandasi oleh prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan social, artinya hokum dan segala wujud nilai-nilai yang dijawantahkan ke dalam peraturan perundang-undangan tidak boleh menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan social. Hokum dalam gagasan para pendiri Negara tersebut seyogyanya menjadi dasar utama bagi nilai-nilai demokrasi dan keadilan social.
Dalam rentang waktu yang panjang sejarah bangsa Indonesia, Negara dan hokum yang kita cita-citakan sering tidak berdaya untuk membantah terhadap kepentingan sekelompok orang kuat yang justru mengorbankan hak-hak rakyat banyak, yang pada hakekatnya malah mengorbankan misi suci dari hokum itu sendiri. Hokum dalam banyak hal malah acap kali bermetamorfosis menjadi “lembaga pengesah” kesewenang-wenangan dan “lembaga penghukum” bagi pencari keadilan. Implikasinya peran hokum menjadi kerdil, akibatnya system hokum menjadi porak poranda, baik dari aspek kelembagaan hokum, substansi hokum, maupun budaya hokum itu sendiri.
Sikap menghormati hokum dan orientasi berpikir dan bertindak yang selalu didasarkan atas hokum masih harus dibina dan dikembangkan menjadi kebiasaan hidup masyarakat Indonesia. Pembinaan kesadaran hokum masih harus dibina dan dikembangakan menjadi kebiasaan hidup masyarakat Indonesia. Pembinaan kesadaran hokum dan budaya hokum masyarakat sangat perlu untuk dikembangkan, baik melalui saluran pendidikan masyarakat dalam arti luas, melalui saluran media komunikasi masa dan system informasi yang menunjang upaya pemasyarakatan dan pembudayaan kesadaran hokum. Sudah saatnya semua pihak menanamkan keyakinan yang serius terhadap pentingnya menempatkan hokum sebgai “pedoman normative” tertinggi dalam kehidupan bersama, berbangsa dan masyarkat yang bermartabat.
Awal dari kesadaran hokum suatu Negara dan bangsa harus dimulai dari pemuda yang dapat melakukan reformasi diri melalui peningkatan kesadaran hokum dapat menjadi momentum yang merefleksikan sikap perilaku kebangsaan dalam mensukseskan pembangunan Indonesia yang lebih baik.
Salah satu tantangan Indonesia saat ini adalah bagaimana mewujudkan supremasi hokum yang menjamin tegaknya perlindungan HAM berdasarkan prinsip kebenaran dan keadilan. Meskipun konstitusi sudah menyatakan secara tegas bahwa Indonesia merupakan begara hokum, namun dalam prakteknya hokum belum mampu menjadi panutan, pembentukan peraturan perundang-undangan belum mampu mengakomodasi berbagai aspirasi masyarakat umum, tetapi malah cenderung memenuhi kepentingan golongan tertentu. Upaya penegakan hokum dirasakan masih lemah, kurang efektif dan masih bersifat diskriminatif. Memang tidak ada yang perlu dipersalahkan, hal ini terjadi karena kekurangmapanan system hokum yang ada dan masih membudayanya praktek-praktek korupsi pada lembaga-lembaga Negara dan pemerintah.
Jalan untuk mewujudkan supremasi hokum dan menegakkan keadilan memang masih panjang. Bergerak bersama merupakan tanggung jawab kolektif bagi seluruh pemuda, bahkan pemuda dari berbagai latarbelakang harus memberikan kontribusi bagi upaya tegaknya hokum. Meskipun demikian, kesadaran diri akan pentingnya supremasi hokum menjadi syarat mutlak untuk meningkatkan integritas pemuda sebelum melangkah bersama untuk membangun dan membangkitkan hokum di negeri ini.
Terwujudnya hukum sebagai pedoman normatif dalam pembangunan dalam berbangsa dan bernegara diharapkan mempau memberikan manfaat besar bagi bangsa, karena akaman mewujudkan masyarakat yang menjunjung tinggi aturan yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahkan akan menjadi ideologi yang penuntun bagi perilaku kehidupan berbangsa dan bernegara.
Era reformasi membawa banyak perubahan di hampir segala bidang kehidupan. Ada perubahan positif yang bermanfaat bagi masyarakat, namun ada juga negartif yang merugikan keutuhan wilayah dan kedaulatan NKRI. Eforia keterbukaan pasca pemerintahan orde baru menyebabkan arus informasi dari segala penjuru dunia seolah tidak terbendung. Berbagai ideologi baik dari ekstrim kiri maupun ekstrim kanan masuk dan menarik perhatian berbagai lapisan sosial masyarkat kita. Khususnya generasi muda bersikap reaktif dan tanggap untuk mempelajari, memahami dan berusaha menerapkannya dalam upaya mencari jati dirinya, yang pada akhirnya membentuk jati diri bangsa setelah selama lebih dari 30 tahun merasa terbelenggu oelh sistem pemerintahanyang otoriter.
Salah satu dampak buruk dari reformasi adalah memudarnya semangat nasionalisme dan kecintaan pada negara. Perbedaan pendapat antar golongan, kontra terhadap kebijakan pemerintah adalah suatu hal yang dianggap wajar sesuai dengan sistem politik yang demokratis. Namun adanya tindakan-tindakan anarkis, konflik bernuansa SARA dan separatisme yang selalu mengatasnamakan demokrasi, hal ini menimbulkan kesan bahwa tidak ada lagi semangat kebersamaan sebagai bangsa. Kepentingan kelompok, bahkan kepentingan pribadi cenderung ditonjolkan dan menjadi tujuan utama, semangat untuk membela negara seolah memudar.
Bela negara yang biasanya selalu dikaitkan militer, seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada TNI saja. Padahal menurut pasal 30 UUD 45, bahwa bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga nega Republik Indonesia. Bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk mempertahankan Republik Indonesia dari ancaman luar negeri maupun dari dalam negeri.
UU No 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara RI mangatur tata cara penyelenggaraan pertahanan negara yang dilakukan oleh TNI maupun oleh seluruh komponen bangsa.
Ketertiban masyarakat dapat terwujud jika ada wibawa hukum. Terciptanya wibawa hukum sangat dipengaruhi oleh kesadaran hukum, sementara kesadaran hukum sangat dipengaruhi oleh rasa keadilan masyarakat. Di sisi lain, wibawa hukum juga sangat dipengaruhi oleh wibawa aparat penegak hukum, sedangkan terpenuhi atau tidaknya rasa kadailan masyarkat sangat mempengaruhi persepsi masyarakat tentang baik atau buruknya wibawa aparat hukum itu. Inilah yang disebut dengan suatu sistem. Bahwa antara sub system yang satu dengan yang lain saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Terganggunya salah satu sub system tersebut akan mengakibatkan terganggunya system keseluruhan. Oleh karena kita sebagai bagian dari bansa ini, harus berusaha menjaga keutuhan bangsa dengan berpegangan pada hokum yang berlaku di Negara kita.
Bangsa Indonesia sebagai penghuni Negara kesatuan RI ini adalah bangsa yang besar, dengan jumlah penduduk ± 212 000 000 jiwa ini merupakan Negara kepulauan yang terbesar di dunia. Tanahnya sangat subur, terlentak diantara dua benua serta dua samudera besar, yang membuat posisi geografis Indonesia sangat strategis, sehingga banyak bangsa-bangsa lain di dunia ingin menguasai bumi Nusantara ini. Permasalahan pulau sipadan dan ligitan, serta Negara Timor Leste yang pernah menjadi bagian dari provinsi kita, cukuplah menjadi pelajaran berharga bagi pemuda dalam memahami dan memaknai arti penting dari sebuah kesadaran untuk berwawasan kebangsaan yang baik.
Kondisi geografis yang sangat menguntungkan itu bangsa ini diperindah dengan keanekaragaman suku, etnis, agama, bahasa dan adat istiadat namun sangat rentan terhadap perpecahan jika tidak di kelola dengan baik. Oleh karena itu dalam pengelolaan sebuah “Negara bangsa” diperlukan suatu cara pandang atau wawasan yang berorientasi nasional yakni wawasan nusantara.
Cara andang yang berwawasan nusantara itulah pada empat tahun belakangan ini sangat memperihatinkan, bahkan bisa dikatakan hampir berada pada titik terendah yang tercermin pada sikap diri anak bansa ini. Bahkan lebih memperihatinkan lagi ada sekelompok anak bangsa ini yang rela dan dengan rasa tidak bersalah menjual Negara ini kepada bangsa lain hanya untuk mendapatkan popularitas, kedudukan ataupun materi.
Mencermati perilaku seperti itu, maka dapat dipastikan bahwa ikatan nilai-nilai kebangsaan yang selama ini terpatri kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia yang merupakan pengejawantahan dari rasa cinta tanah air, bela Negara dan semangat patriotism bangsa mulai luntur dan hampir sirna. Nilai-nilai budaya gotong royong, kesediaan untuk saling menghargai dan saling menghormati perbedaan serta kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa yang dulu melekat kuat dalam sanubari masyarakat yang dikenal sebagai semangat kebangsaannya sangat kental terasa makin menipis. Selain itu, berkembang pula sebuah kesadaran etnis yang sempit berupa tuntutan merdeka dari sekelompok masyarakat di beberapa daerah, seperti aceh, ambon dan papua.
Bangsa Indonesia yang di bangun oleh para pendahulu kita lebih dari 60 tahun yang lalu, dilandasi atas rasa persaatuan dan kesatuan yang tinggi untuk mewujudkan cita-cita bersama yaitu masyarakat adil dan makmur. Rasa kebersamaan tersebut tidak dibangun atas dasar asal-usul,suku bangsa, agama dan geografi, melainkan rasa senasib dan sepenanggungan sebagai bangsa yang terjajah ketika itu.
Melihat perkembangan wawasan kebangsaan yang dimiliki anak-anak bangsa seperti itu, apabila dilahirkan dapat dipastikan NKRI yang sangat kita cintai ini akan terpecah-pecah, dan akan memudahkan kekuatan asing masuk ke wilayah kita seperti terjadi pada zaman penjajahan belanda dahulu. Ketika bangsa Indonesia ditindas, diperas dan dibelenggu kebebasan hak-haknya oleh belanda. Dengan semangat persatuan Indonesia bangsa ini kemudian bangkit bersatu padu mengusir penjajah.
Wawasan kebangsaan Indonesia sudah dicetuskan seluruh pemuda Indonesia dalam satu tekad pada tahun 1928 yang dikenal dengan sebutan “Sumpah pemuda” yang intinya bertekad untuk bersatu dan merdeka dalam wadah sebuah “NKRI”. Seharusnya untuk mengahadapi keadaan Negara yang serba sulit sekarang ini kita bangsa Indonesia bangkit bersatu mengatasi masalah bangsa secara bersama-sama.
Bahaya laten gerakan separatis disintegrative itu selalu nyata di hamparan nusantara ini, entah yang bersifat teritorial maupun ideologis. Untuk itu harus ditumbuh kembangkan rasa kesadaran berwawasan kebangsaan (rekonsientisasi nasionalisme). Disinilah peran pemuda sebagai asset bangsa menjadi sangat dominan karena dengan semangat patriotisme dan nasionalisme, para pemuda dapat berkumpul menjadi satu saling berpegangan tangan dalam menjaga keutuhan NKRI tercinta.
NKRI merupakan harga mati, yang tidak bisa ditawar demi menjaga keutuhan republic dari masud jahat sekelompok oknum yang hendak mencabik-cabik keutuhan dan kestuan bangsa. Namun, demi harga mati sebuah NKRI tersebut, kita tidak boleh mengabaikan aspek kemanusiaan, termasuk didalamnya, hak-hak yang paling asasi milik setiap warga.
Oleh karena itu, dalam rangka membangkitkan rekonsientisasi nasionalisme, kita perlu kembali pada spirit founding father and mothers republic ini yang telah meletakkan dasar-dasar ideal konstitusional bagi kelangsungan hidup bangsa. Paling tidak tiga unsure perlu diperhatikan untuk rekonsientisasi nasionalisme.
Pertama, secara konstitusional, UUD 45 dan pancasila harus menjadi bingkai dalam menangani berbagai gerakan separatis disintegrative. Dua warisan dasar hokum bagi republic ini tidak bisa ditawar-tawar lagi untuk diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara guna memperkokoh semangat dan kesadaran wawasan kebangsaan.
Kedua, ssecara cultural, rekonsientisasi nasionalisme dapat mengacu pada warisan luhur kesadaran bahwa bangsa ini memang beragam, tetapi dalam kesatuan. Itulah warisan luhur nilai kebangsaan yang terungkap dalam prinsip Bhineka Tunggal Ika. Kita memang beragam, tetapi tetap dalam kesatuan yang harus saling menghormati demi keutuhan bangsa ini. Keragaman tidak harus dihadapi dengan kekerasan, apalagi penumpasan!
Ketiga, secara ekonomi-sosial, kesejahteraan dan keadilan, yang sering menjadi motivasi dasare munculnya gerakan sparatis disintegrative itu, harus menjadi prioritas perjuangan para elite politik dan pemerintah kita, mulai dari pusat hingga daerah.
Perhatian dan perjuangan demi pemerataan kesejahteraan dan keadilan sebenarnya merupakan pilar utama untuk meresapkan kesadaran akan nasionalisme yang paling efektif. Namun, ini yang sering gagal dilakukan elite politik dan pemerintah kita.
Akibatnya, ketidakpuasan meluas menjadi berbagai gerakan separatis disintegrative. Sebelum terjadi pemerataan kesejahteraan keadilan seluas nusantara, selama itu juga bahaya-bahaya laten yang mengancam keutuhan NKRI akan terus merebeak di republic ini.
Kesimpulannya adalah bahwa dalam rangka mengantisipasi ancaman dan pengaruh dari luar yang bersifat multi deminsional dapat diminimalisir mealalui pembangunan kesadaran pemuda yang memiliki sikap dan tanggung jawab terhadap keutuhan NKRI. Untuk merealisasikannya jati diri seorang pemuda harus memiliki bekal pengetahuan dan pemahaman terhadap kesadaran hokum serta wawasan kebangsaan yang tinggi. Pemuda juga diharapkan dapat menumbuhkan kepekaan terhadap dinamika lingkungan yang dipengaruhi oleh perkembangan ideology, politik, ekonomi, social budaya, pertahanan dan keamanan yang tersu berkembang.

Disampaikan dalam kegiatan Pendidikan Kesadaran Bela Negara Pemuda Tingkat Nasional Angkatan II  
Jakarta 16 Desember 2007 Read more!

Thursday, April 21, 2011

KESADARAN HUKUM DALAM KAITAN DENGAN WAWASAN KEBANGSAAN

Makalah
Jaksa Agung Muda Intelijen
Pada acara Pendidikan Kesadaran 
Bela Negara Pemuda
Tingkat Nasional Angkatan II Tahun 2007

Ancaman terhadap kedaulatan negara semula bersifat konvensional, saat ini telah berkembang menjadi multidimensional. Ancaman ini bersumber baik dari permasalahan ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan hukum serta permasalahan lain yang terkait dengan kejahatan internasional. Ada hal yang perlu disampaikan agar salah satu diantara ancaman kedaulatan negara yang bersumber dari permasalahahan hukum dapat di minimalisasi.
Dalam konstitusi UUD 45 telah dinyatakan dengan jelas bahwa Negara RI adalah negara berdasar atas hukum (reachtsstaat), bukan negara berdasar atas kekuasaan (machtsstaat), sehingga hukum berikut seluruh pranata pendukungnya merupakan dasar bagi proses penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan saja sebagai alat dari kepentingan sekelompok orang yang berkuasa dan bukan pula alat dari suatu sistem yang cenderung mangabaikan demokrasi, keadilan dan kesejahteraan rakyat indonesia.
Gagasan Negara berdasar atas hokum muncul dari para pendiri Negara ini yang dilandasi oleh prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan social, artinya hokum dan segala wujud nilai-nilai yang dijawantahkan ke dalam peraturan perundang-undangan tidak boleh menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan social. Hokum dalam gagasan para pendiri Negara tersebut seyogyanya menjadi dasar utama bagi nilai-nilai demokrasi dan keadilan social.
Dalam rentang waktu yang panjang sejarah bangsa Indonesia, Negara dan hokum yang kita cita-citakan sering tidak berdaya untuk membantah terhadap kepentingan sekelompok orang kuat yang justru mengorbankan hak-hak rakyat banyak, yang pada hakekatnya malah mengorbankan misi suci dari hokum itu sendiri. Hokum dalam banyak hal malah acap kali bermetamorfosis menjadi “lembaga pengesah” kesewenang-wenangan dan “lembaga penghukum” bagi pencari keadilan. Implikasinya peran hokum menjadi kerdil, akibatnya system hokum menjadi porak poranda, baik dari aspek kelembagaan hokum, substansi hokum, maupun budaya hokum itu sendiri.
Sikap menghormati hokum dan orientasi berpikir dan bertindak yang selalu didasarkan atas hokum masih harus dibina dan dikembangkan menjadi kebiasaan hidup masyarakat Indonesia. Pembinaan kesadaran hokum masih harus dibina dan dikembangakan menjadi kebiasaan hidup masyarakat Indonesia. Pembinaan kesadaran hokum dan budaya hokum masyarakat sangat perlu untuk dikembangkan, baik melalui saluran pendidikan masyarakat dalam arti luas, melalui saluran media komunikasi masa dan system informasi yang menunjang upaya pemasyarakatan dan pembudayaan kesadaran hokum. Sudah saatnya semua pihak menanamkan keyakinan yang serius terhadap pentingnya menempatkan hokum sebgai “pedoman normative” tertinggi dalam kehidupan bersama, berbangsa dan masyarkat yang bermartabat.
Awal dari kesadaran hokum suatu Negara dan bangsa harus dimulai dari pemuda yang dapat melakukan reformasi diri melalui peningkatan kesadaran hokum dapat menjadi momentum yang merefleksikan sikap perilaku kebangsaan dalam mensukseskan pembangunan Indonesia yang lebih baik.
Salah satu tantangan Indonesia saat ini adalah bagaimana mewujudkan supremasi hokum yang menjamin tegaknya perlindungan HAM berdasarkan prinsip kebenaran dan keadilan. Meskipun konstitusi sudah menyatakan secara tegas bahwa Indonesia merupakan begara hokum, namun dalam prakteknya hokum belum mampu menjadi panutan, pembentukan peraturan perundang-undangan belum mampu mengakomodasi berbagai aspirasi masyarakat umum, tetapi malah cenderung memenuhi kepentingan golongan tertentu. Upaya penegakan hokum dirasakan masih lemah, kurang efektif dan masih bersifat diskriminatif. Memang tidak ada yang perlu dipersalahkan, hal ini terjadi karena kekurangmapanan system hokum yang ada dan masih membudayanya praktek-praktek korupsi pada lembaga-lembaga Negara dan pemerintah.
Jalan untuk mewujudkan supremasi hokum dan menegakkan keadilan memang masih panjang. Bergerak bersama merupakan tanggung jawab kolektif bagi seluruh pemuda, bahkan pemuda dari berbagai latarbelakang harus memberikan kontribusi bagi upaya tegaknya hokum. Meskipun demikian, kesadaran diri akan pentingnya supremasi hokum menjadi syarat mutlak untuk meningkatkan integritas pemuda sebelum melangkah bersama untuk membangun dan membangkitkan hokum di negeri ini.
Terwujudnya hukum sebagai pedoman normatif dalam pembangunan dalam berbangsa dan bernegara diharapkan mempau memberikan manfaat besar bagi bangsa, karena akaman mewujudkan masyarakat yang menjunjung tinggi aturan yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahkan akan menjadi ideologi yang penuntun bagi perilaku kehidupan berbangsa dan bernegara.
Era reformasi membawa banyak perubahan di hampir segala bidang kehidupan. Ada perubahan positif yang bermanfaat bagi masyarakat, namun ada juga negartif yang merugikan keutuhan wilayah dan kedaulatan NKRI. Eforia keterbukaan pasca pemerintahan orde baru menyebabkan arus informasi dari segala penjuru dunia seolah tidak terbendung. Berbagai ideologi baik dari ekstrim kiri maupun ekstrim kanan masuk dan menarik perhatian berbagai lapisan sosial masyarkat kita. Khususnya generasi muda bersikap reaktif dan tanggap untuk mempelajari, memahami dan berusaha menerapkannya dalam upaya mencari jati dirinya, yang pada akhirnya membentuk jati diri bangsa setelah selama lebih dari 30 tahun merasa terbelenggu oelh sistem pemerintahanyang otoriter.
Salah satu dampak buruk dari reformasi adalah memudarnya semangat nasionalisme dan kecintaan pada negara. Perbedaan pendapat antar golongan, kontra terhadap kebijakan pemerintah adalah suatu hal yang dianggap wajar sesuai dengan sistem politik yang demokratis. Namun adanya tindakan-tindakan anarkis, konflik bernuansa SARA dan separatisme yang selalu mengatasnamakan demokrasi, hal ini menimbulkan kesan bahwa tidak ada lagi semangat kebersamaan sebagai bangsa. Kepentingan kelompok, bahkan kepentingan pribadi cenderung ditonjolkan dan menjadi tujuan utama, semangat untuk membela negara seolah memudar.
Bela negara yang biasanya selalu dikaitkan militer, seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada TNI saja. Padahal menurut pasal 30 UUD 45, bahwa bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga nega Republik Indonesia. Bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk mempertahankan Republik Indonesia dari ancaman luar negeri maupun dari dalam negeri.
UU No 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara RI mangatur tata cara penyelenggaraan pertahanan negara yang dilakukan oleh TNI maupun oleh seluruh komponen bangsa.
Ketertiban masyarakat dapat terwujud jika ada wibawa hukum. Terciptanya wibawa hukum sangat dipengaruhi oleh kesadaran hukum, sementara kesadaran hukum sangat dipengaruhi oleh rasa keadilan masyarakat. Di sisi lain, wibawa hukum juga sangat dipengaruhi oleh wibawa aparat penegak hukum, sedangkan terpenuhi atau tidaknya rasa kadailan masyarkat sangat mempengaruhi persepsi masyarakat tentang baik atau buruknya wibawa aparat hukum itu. Inilah yang disebut dengan suatu sistem. Bahwa antara sub system yang satu dengan yang lain saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Terganggunya salah satu sub system tersebut akan mengakibatkan terganggunya system keseluruhan. Oleh karena kita sebagai bagian dari bansa ini, harus berusaha menjaga keutuhan bangsa dengan berpegangan pada hokum yang berlaku di Negara kita.
Bangsa Indonesia sebagai penghuni Negara kesatuan RI ini adalah bangsa yang besar, dengan jumlah penduduk ± 212 000 000 jiwa ini merupakan Negara kepulauan yang terbesar di dunia. Tanahnya sangat subur, terlentak diantara dua benua serta dua samudera besar, yang membuat posisi geografis Indonesia sangat strategis, sehingga banyak bangsa-bangsa lain di dunia ingin menguasai bumi Nusantara ini. Permasalahan pulau sipadan dan ligitan, serta Negara Timor Leste yang pernah menjadi bagian dari provinsi kita, cukuplah menjadi pelajaran berharga bagi pemuda dalam memahami dan memaknai arti penting dari sebuah kesadaran untuk berwawasan kebangsaan yang baik.
Kondisi geografis yang sangat menguntungkan itu bangsa ini diperindah dengan keanekaragaman suku, etnis, agama, bahasa dan adat istiadat namun sangat rentan terhadap perpecahan jika tidak di kelola dengan baik. Oleh karena itu dalam pengelolaan sebuah “Negara bangsa” diperlukan suatu cara pandang atau wawasan yang berorientasi nasional yakni wawasan nusantara.
Cara andang yang berwawasan nusantara itulah pada empat tahun belakangan ini sangat memperihatinkan, bahkan bisa dikatakan hampir berada pada titik terendah yang tercermin pada sikap diri anak bansa ini. Bahkan lebih memperihatinkan lagi ada sekelompok anak bangsa ini yang rela dan dengan rasa tidak bersalah menjual Negara ini kepada bangsa lain hanya untuk mendapatkan popularitas, kedudukan ataupun materi.
Mencermati perilaku seperti itu, maka dapat dipastikan bahwa ikatan nilai-nilai kebangsaan yang selama ini terpatri kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia yang merupakan pengejawantahan dari rasa cinta tanah air, bela Negara dan semangat patriotism bangsa mulai luntur dan hampir sirna. Nilai-nilai budaya gotong royong, kesediaan untuk saling menghargai dan saling menghormati perbedaan serta kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa yang dulu melekat kuat dalam sanubari masyarakat yang dikenal sebagai semangat kebangsaannya sangat kental terasa makin menipis. Selain itu, berkembang pula sebuah kesadaran etnis yang sempit berupa tuntutan merdeka dari sekelompok masyarakat di beberapa daerah, seperti aceh, ambon dan papua.
Bangsa Indonesia yang di bangun oleh para pendahulu kita lebih dari 60 tahun yang lalu, dilandasi atas rasa persaatuan dan kesatuan yang tinggi untuk mewujudkan cita-cita bersama yaitu masyarakat adil dan makmur. Rasa kebersamaan tersebut tidak dibangun atas dasar asal-usul,suku bangsa, agama dan geografi, melainkan rasa senasib dan sepenanggungan sebagai bangsa yang terjajah ketika itu.
Melihat perkembangan wawasan kebangsaan yang dimiliki anak-anak bangsa seperti itu, apabila dilahirkan dapat dipastikan NKRI yang sangat kita cintai ini akan terpecah-pecah, dan akan memudahkan kekuatan asing masuk ke wilayah kita seperti terjadi pada zaman penjajahan belanda dahulu. Ketika bangsa Indonesia ditindas, diperas dan dibelenggu kebebasan hak-haknya oleh belanda. Dengan semangat persatuan Indonesia bangsa ini kemudian bangkit bersatu padu mengusir penjajah.
Wawasan kebangsaan Indonesia sudah dicetuskan seluruh pemuda Indonesia dalam satu tekad pada tahun 1928 yang dikenal dengan sebutan “Sumpah pemuda” yang intinya bertekad untuk bersatu dan merdeka dalam wadah sebuah “NKRI”. Seharusnya untuk mengahadapi keadaan Negara yang serba sulit sekarang ini kita bangsa Indonesia bangkit bersatu mengatasi masalah bangsa secara bersama-sama.
Bahaya laten gerakan separatis disintegrative itu selalu nyata di hamparan nusantara ini, entah yang bersifat teritorial maupun ideologis. Untuk itu harus ditumbuh kembangkan rasa kesadaran berwawasan kebangsaan (rekonsientisasi nasionalisme). Disinilah peran pemuda sebagai asset bangsa menjadi sangat dominan karena dengan semangat patriotisme dan nasionalisme, para pemuda dapat berkumpul menjadi satu saling berpegangan tangan dalam menjaga keutuhan NKRI tercinta.
NKRI merupakan harga mati, yang tidak bisa ditawar demi menjaga keutuhan republic dari masud jahat sekelompok oknum yang hendak mencabik-cabik keutuhan dan kestuan bangsa. Namun, demi harga mati sebuah NKRI tersebut, kita tidak boleh mengabaikan aspek kemanusiaan, termasuk didalamnya, hak-hak yang paling asasi milik setiap warga.
Oleh karena itu, dalam rangka membangkitkan rekonsientisasi nasionalisme, kita perlu kembali pada spirit founding father and mothers republic ini yang telah meletakkan dasar-dasar ideal konstitusional bagi kelangsungan hidup bangsa. Paling tidak tiga unsure perlu diperhatikan untuk rekonsientisasi nasionalisme.
Pertama, secara konstitusional, UUD 45 dan pancasila harus menjadi bingkai dalam menangani berbagai gerakan separatis disintegrative. Dua warisan dasar hokum bagi republic ini tidak bisa ditawar-tawar lagi untuk diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara guna memperkokoh semangat dan kesadaran wawasan kebangsaan.
Kedua, ssecara cultural, rekonsientisasi nasionalisme dapat mengacu pada warisan luhur kesadaran bahwa bangsa ini memang beragam, tetapi dalam kesatuan. Itulah warisan luhur nilai kebangsaan yang terungkap dalam prinsip Bhineka Tunggal Ika. Kita memang beragam, tetapi tetap dalam kesatuan yang harus saling menghormati demi keutuhan bangsa ini. Keragaman tidak harus dihadapi dengan kekerasan, apalagi penumpasan!
Ketiga, secara ekonomi-sosial, kesejahteraan dan keadilan, yang sering menjadi motivasi dasare munculnya gerakan sparatis disintegrative itu, harus menjadi prioritas perjuangan para elite politik dan pemerintah kita, mulai dari pusat hingga daerah.
Perhatian dan perjuangan demi pemerataan kesejahteraan dan keadilan sebenarnya merupakan pilar utama untuk meresapkan kesadaran akan nasionalisme yang paling efektif. Namun, ini yang sering gagal dilakukan elite politik dan pemerintah kita.
Akibatnya, ketidakpuasan meluas menjadi berbagai gerakan separatis disintegrative. Sebelum terjadi pemerataan kesejahteraan keadilan seluas nusantara, selama itu juga bahaya-bahaya laten yang mengancam keutuhan NKRI akan terus merebeak di republic ini.
Kesimpulannya adalah bahwa dalam rangka mengantisipasi ancaman dan pengaruh dari luar yang bersifat multi deminsional dapat diminimalisir mealalui pembangunan kesadaran pemuda yang memiliki sikap dan tanggung jawab terhadap keutuhan NKRI. Untuk merealisasikannya jati diri seorang pemuda harus memiliki bekal pengetahuan dan pemahaman terhadap kesadaran hokum serta wawasan kebangsaan yang tinggi. Pemuda juga diharapkan dapat menumbuhkan kepekaan terhadap dinamika lingkungan yang dipengaruhi oleh perkembangan ideology, politik, ekonomi, social budaya, pertahanan dan keamanan yang tersu berkembang.

Disampaikan dalam kegiatan Pendidikan Kesadaran Bela Negara Pemuda Tingkat Nasional Angkatan II  
Jakarta 16 Desember 2007

Pages

Pages

Pages

Pages